Translate

Kamis, 15 Agustus 2013

Batak's Culture

                             MAKNA ULOS BAGI MASYARAKAT BATAK

Batak adalah nama sebuah suku bangsa di Indonesia. Suku ini kebanyakan bermukim di Sumatra Utara. Sebagian orang Batak beragama Kristen dan sebagian lagi beragama Islam. Tetapi dan ada pula yang menganut agama Malim (pengikutnya bisasa disebut dengan Parmalim ) dan juga penganut kepercayaan animisme (disebut Pelebegu atau paebegu).

Menurut kepercayaan bangsa Batak, induk marga Batak dimulai dari Si Raja Batak yang diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak mempunyai 2 (dua) orang putra yakni Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon. Guru Tatea Bulan sendiri mempunyai 5 (lima) orang putra yakni Raja Uti (Raja Biakbiak), Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Malau Raja. Sementara Si Raja Isumbaon mempunyai tiga orang putra yakni Tuan Sorimangaraja, Si Raja Asiasi dan Sangkar Somalidang. Dari keturunan (pinompar) mereka inilah kemudian menyebar ke segala penjuru daerah di Tapanuli baik ke utara maupun ke selatan sehingga munculah berbagai macam marga Batak. Legenda mengenai bagaimana Si Raja Batak dapat disebut sebagai asal mula orang Batak masih perlu dikaji lebih dalam.

Sebenarnya Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Tobasa, dan Samosir sekarang tidaklah semuanya Toba. Sejak masa Kerajaan Batak hingga pembagian wilayah yang didiami suku Batak ke dalam beberapa distrik oleh Huria Kristen Batak Protestan (HKBP),
Tanah Batak dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu:
1. Samosir (Pulau Samosir dan sekitarnya)
Contoh: marga Simbolon,Sagala, dsb
2. Toba (Balige, Laguboti,Porsea, Parsoburan, Sigumpar, dan sekitarnya)
Contoh: marga Sitorus, Marpaung, dsb
3. Humbang (Dolok Sanggul, Lintongnihuta, Siborongborong, dan sekitarnya)
Contoh: marga Simatupang Siburian, Sihombing Lumban Toruan, dsb
4. Silindung (Sipoholon, Tarutung, Pahae, dan sekitarnya)
Contoh: marga Naipospos (Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang, Marbun), Huta Barat,dsb.

Makna Ornamen Ulos Batak Toba
Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang. Benda sakral ini merupakan simbol restu, kasih sayang dan persatuan, sesuai dengan pepatah Batak yang berbunyi: “Ijuk pangihot ni hodong, Ulos pangihot ni holong", yang artinya kira-kira "Jika ijuk adalah pengikat pelepah pada batangnya, maka ulos adalah pengikat kasih sayang antara sesama.".
Berbagai detail ragam hias menawan menyemarakkan penampilan ruangan. Bahkan telah menyuguhkan keserasian antara hiasan dan motif-motif yang berasal dari elemen lain. Penyusunan elemen ragam hiasa yang khas sesuai dengan kaidah-kaidah fungsi akan menambah keharmonisan. Sebagaimana diketahui, masing-masing etnis Batak mempunyai ornamen yang berbeda antara yang satu dengan lainnya.

Seperti jenis ornamen etnis Batak Toba terdiri dari “gorga sitompi, dalihan natolu, simeol-meol, simeol-meol masialoan, sitagan, sijonggi, silintong, simarogung-ogung, ipon-ipon, iran-iran, hariara sundung di langit, hoda-hoda, simata ni ari, desa na ualu, jenggar/jongrom, gaja dompak, ulu paung, singa-singa, boraspati, dan hiasan susu”.
Ada dua macam jenis pembuatan gorga yaitu:
1. Gorga Ukir yaitu Gorga yang dipahatkan dengan memakai alat pahat dan setelah siap dipahat baru diwarnai
2. Gorga Dais yaitu Gorga yang dilukiskan dengan cat warna tiga bolit. Gorga dais ini merupakan pelengkap pada rumah adat Batak Toba. Yang terdapat pada bahagian samping rumah, dan dibahagian dalam.
Dilihat dari ragam hias dan gambar-gambarnya dapat pula Gorga itu mempunyai nama-namanya tersendiri, antara lain ;
1. Gorga Ipon-Ipon
Terdapat dibahagian tepi dari Gorga; ipon-ipon dalam Bahasa Indonesia adalah Gigi. Manusia tanpa gigi sangat kurang menarik, begitulah ukiran Batak, tanpa adanya ipon-ipon sangat kurang keindahan dan keharmonisannya. Ipon-ipon ada beraneka ragam, tergantung dari kemampuan para pengukir untuk menciptakannya. Biasanya Gorga ipon- ipon ini lebarnya antara dua sampai tiga sentimeter dipinggir papan dengan kata lain sebagai hiasan tepi yang cukup menarik.
2. Gorga Sitompi
Sitompi berasal dari kata tompi, salah satu perkakas petani yang disangkutkan dileher kerbau pada waktu membajak sawah. Gorga Sitompi termasuk jenis yang indah di dalam kumpulan Gorga Batak. Disamping keindahannya, kemungkinan sipemilik rumah sengaja memesankannya kepada tukang ukir (Pande) mengingat akan jasa alat tersebut (Tompi) itu kepada kerbau dan kepada manusia.
3. Gorga Simataniari (Matahari)
Gorga yang menggambarkan matahari, terdapat disudut kiri dan kanan rumah. Gorga ini diperbuat tukang ukir (Pande) mengingat jasa matahari yang menerangi dunia ini, karena matahari juga termasuk sumber segala kehidupan, tanpa matahari takkan ada yang dapat hidup.
4. Gorga Desa Naualu (Delapan Penjuru Mata Angin)
Gorga ini menggambarkan gambar mata angin yang ditambah hiasan-hiasannya. Orang Batak dahulu sudah mengetahui/kenal dengan mata angin. Mata angin ini pun sudah mempunyai kaitan-kaitan erat dengan aktivitas-aktivitas ritual ataupun digunakan di dalam pembuatan horoscope seseorang/sekeluarga. Sebagai pencerminan perasaan akan pentingnya mata angina pada suku Batak maka diperbuatlah dan diwujudkan dalam bentuk Gorga.
5. Gorga Si Marogung-ogung (Gong)
Pada zaman dahulu Ogung (gong) merupakan sesuatu benda yang sangat berharga. Ogung tidak ada dibuat di dalam negeri, kabarnya Ogung didatangkan dari India. Sedangkan pemakaiannya sangat diperlukan pada pesta-pesta adat dan bahkan kepada pemakaian pada upacara-upacara ritual, seperti untuk mengadakan Gondang Malim (Upacara kesucian). Dengan memiliki seperangkat Ogung pertanda bahwa keluarga tersebut merupakan keluarga terpandang. Sebagai kenangan akan kebesaran dan nilai Ogung itu sebagai gambaran/ keadaan pemilik rumah maka dibuatlah Gorga Marogung-ogung.
6. Gorga Singa Singa,
Dengan mendengar ataupun membaca perkataan Singa maka akan terlintas dalam hati dan pikiran kita akan perkataan: Raja Hutan, kuat, jago, kokoh, mampu, berwibawa. Tidak semua orang dapat mendirikan rumah Gorga disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor sosial ekonomi dan lain-lain. Orang yang mampu mendirikan rumah Gorga Batak jelaslah orang yang mampu dan berwibawa di kampungnya. Itulah sebabnya Gorga Singa dicantumkan di dalam kumpulan Gorga Batak
7. Gorga Jorgom
Ada juga orang menyebutnya Gorga Jorgom atau ada pula menyebutnya Gorga Ulu Singa. Biasa ditempatkan di atas pintu masuk ke rumah, bentuknya mirip binatang dan manusia.
8. Gorga Boras Pati dan Adop Adop (Tetek)
Boras Pati sejenis mahluk yang menyerupai kadal atau cicak. Boras Pati jarang kelihatan atau menampakkan diri, biasanya kalau Boras Pati sering nampak, itu menandakan tanam-tanaman menjadi subur dan panen berhasil baik yang menuju kekayaan (hamoraon). Gorga Boras Pati dikombinasikan dengan tetek (susu, tarus). Bagi orang Batak pandangan terhadap susu (tetek) mempunyai arti khusus dimana tetek yang besar dan deras airnya pertanda anaknya sehat dan banyak atau punya keturunan banyak (gabe). Jadi kombinasi Boras Pati susu (tetek) adalah perlambang Hagabeon, Hamoraon sebagai idaman orang Batak.
9. Gorga Ulu Paung, Ulu Paung terdapat di puncak rumah Gorga Batak.
Keunggulan dan kekhasan ornamen Batak tercermin pada setiap detail dan karakter warna. Karakter muncul pada warna yang khas. Warna merah, hitam, dan putih merupakan simbol penting. Keberadaannya memancarkan nuansa kekhasan yang menunjukkan adanya perbedaan. Perbedaan yang memang merupakan keunggulan dari daerah setempat, sehingga memperlihatkan khasanah seni ornamen tradisional yang harus selalu dieksplor dan dikembangkan. Dieksplor dan dikembangkan sesuai dengan imajinasi serta menyesuaikan jiwa zaman supaya tidak ketinggalan dengan gejolak yang berkembang di luar.
Ornamen sebuah ulos disebut Gorga dan Motifnya disebut Ragi. Walaupun secara terpisah ada maca-macam motif dalam selembar ulos, tetapi ada bagian yang merupakan cirri lain utamanya yang menjadi pembeda dari ulos dan itulah yang menjadi tema ulos sekaligus namanya. 
Beberapa jenis ulos menurut tema atau motif ornament antara lain:
1. Ulos Jugia
2. Ulos Ragi Hotang
3. Ulos Sibolang
4. Ulos Mangiring
5. Ulos Bintang Maratur
6. Ulos Jungkit
7. Ulos Sadum
8.Ulos Ragidup

Berbagai Ragam Ulos Batak Batak Toba
Ada berbagai macam ulos batak yang masing-masing mempunyai nilai tertentu dan dipergunakan untuk maksud dan kesempatan tertentu pula. Nenek moyang suku bangsa batak mempergunakan ulos yang ditenun sendiri sebagai pakaian sehari-hari, sebelum datang peradaban Barat yang memperkenalkan kain tekstil. Iklim daerah Tapanuli pada umumnya adalah berhawa sejuk, oleh karena itu ulos juga merupakan penjaga dan penghangat tubuh untuk kepentingan kesehatan, melindungi terhadap kencangnya angin, dinginya udara, hujan dan lain sebagainya.
Jadi makna dan falsafah pemberian ulos oleh pihak Hula-hula kepada pihak Borunya adalah, bahwa Hula-hula selalu mengayomi Borunya, memberikan perlindungan demi menjaga kesehatan dan keselamatan badaniah (sebelum menganut agama juga disebut rohaniah ). Dengan memberikan sebagai suatu satu pertanda yang dapat dilihat, disertai ungkapan pepatah-pepatah maka pihak hula-hula memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga memberikan Rahmat dan Ridho Nya kepada boru yang menerima ulos, memberikan kebahagiaan dan keselamatan, kesehatan dan umur yang panjang serta rejeki yang murah, dilindungi terhadap mara-bahaya, disamping itu yang paling penting dan pokok adalah agar diberi hagabeon, yaitu lahirnya anak lelaki sebagai penyambung keturunan dan anak perempuan yang diharapkan agar mampu memberikan kebahagian kepada orang tuanya. Demikianlah falsafah pemberian ulos itu, dan untuk setiap macam acara adat atau keperluan ada pedoman-pedoman tertentu tentang macam dan tingkat ulos yang akan diberikan.
Berikut berbagai macam ragam dan nilai Ulos Batak:
1. ULOS JUGIA
Ulos ini disebut juga “ ulos na so ra pipot “ atau pinunsaan. Biasanya adalah ulos “ homitan “ yang disimpan di “ parmonag-monangan “ ( hombung ). Jenis ini menurut kepercayaan orang Batak tidak dapt dipakai kecuali oleh orang yang sudah saur matua, yaitu semua anak laki-laki dan perempuan sudah kawin dan dari semua anaknya sudah mempunyai cucu. Hanya orang yang demikianlah yang disebut “ na gabe “ , yang berhak memakaia ulos tersebut.
Selama masih ada anaknya yang belum kawin atau masih ada yang belum mendapat keturunan, walaupun telah mempunyai cucu-cucu dari anak laki-lakiatau perempuan lainya yang telah kawin,belum bisa digolongkan sama dengan tingkat saurmatua.
Beratnya aturan pemakaian jenis ulos ini menyebabkan ulos ini merupakan benda langkah hingga banyak orang batak yang tidak mengenalnya. Ulos ini sering merupakan barang warisan orangtua kepada anaknya dan nilainya sama dengan sitoppi ( emas yang dipakai oleh isteri raja-raja pada waktu pesta ).

2. ULOS RAGIDUP
Ulos ini setingkat dibawah Ulos Jugia.
Banyak orang beranggapan ulos ragiduplah yang paling tinngi nilainya, oleh sebab memang dilihat dari bentuk/motifnya, lebarnya, cara penenunannya yang sangat rapi dan teratur, sangat nyata perbedaanya dari ulos-ulos yang lain. Dan memang cara penenunan ulos Ragidup ini sangat sulit, harus teliti sekali dan hanya akan dipercayakan pada penenun yang telah cukup banyak mempunyai pengalaman dalam tenun-menenun.
Ulos Ragidup dapat dipakai untuk berbagai keperluan, baik untuk acara dukacita maupun acara sukacita. Juga dapat dipakai oleh Raja-raja Adat, orang berada, maupun oleh rakyat biasa, selama memenuhi beberapa pedoman, misalnya diberikan sebagai Ulos Pargomgom pada acara adat perkawinan, atau diberikan sebagaai ulos Panggabei pada waktu orang tua meninggal yang telah mencapai satu tingkat hagabeon tertentu.

3. ULOS RAGI HOTANG
Ulos ini biasanay diberikan sepsang penganten yang disebut sebagai Ulos Hela. Dengan pemberian ulos ini dimaksudkan agar ikatan batin kedua penganten dapat teguh seperti rotan ( hotang ). Cara pemberianya kepada kedua penganten ialah disampirkan dari sebelah kana pengantin lelaki setinggi bahu terus sampai kesebelah kiri pengantin perempuan. Ujung sebelah kanan dipegang dengan tangan kiri oleh pengantin perempuan, lalu disatukan ditengah dada seperti terikat.
Pada jaman dahulu rotan adalah tali pengikat sebuah benda yang dianggap paling kuat dan ampuh. Inilah yang dilambangkan oleh ulos Ragi Hotang tersebut.

4. ULOS SADUM
Ulos ini penuh dengan warna-warni yang ceria hingga sangat cocok dipakai untuk suasana sukacita. Di Tapanuli Selatan ulos ini biasanya dipakai sebagai ulos panjangki ( parompa ) bagi keturunan “ Daulat, Baginda atau Mangaraja “ .
Untuk mengundang ( marontang ) Raja-raja, ulos ini dipakai sebagai alas sirih di atas pinggan godang (burangir/haronduk panyurduan). Aturan pemakaian ulos ini demikian ketat hingga ada golongan tertentu di Tapanuli Selatan yang dilarang memakai ulos ini. Begitu indahnya ulos ini sehingga didaerah lain sering dipakai sebagai ulos kenang-kenangan dan bahkan dibuat pula sebagai hiasan dinding. Ulos ini sering pula diberi sebagai kenang-kenangan untuk pejabat-pejabat yang berkunjung ke daerah.

5. ULOS RUNJAT
Ulos ini biasanya dipakai oleh orang kaya atau orang terpandang sebagai ulos edang-edang ( pada waktu pergi ke undangan ). Ulos ini dapat juga diberikan kepada penganten pada keluarga dekat menurut versi (tohonan ) Dalihan Natolu di luar Hasuhuton Bolon, misalnya oleh Tulang, Pariban dan Pamarai.
Juga ulos ini dapat deberikan pada waktu Mangupa-upa atau waktu ulaon si las ni roha (acara bergembira ).
Kelima jenis ulos yang diatas adalah merupakan ulos Homitan (simpanan), yang hanya kelihatan pada waktu tertentu saja. Karena ulos ini jarang-jarang dipakai, hingga tidak perlu dicuci , biasanya cukup dijemur diwaktu siang hari.

6. ULOS SIBOLANG
Ulos ini dapat dipakai untuk keperluan duka atau sukacita. Untuk keperluan dukacita biasanya dipilih dari jenis yang warna hitamnya menonjol sedangkan bila dalam peristiwa sukacita dipilih dari jenis yang warna putihnya menonjol. Dalam peristiwa dukacita ulos ini paling banyak dipergunakan orang. Misalnya untuk ulos saput atau ulos tujung harus dari jenis ulos ini, tidak boleh dari jenis yang lain. Dalam upacara perkawinan, ulos ini biasanya dipakai sebagai tutup ni ampang dan juga bisa disandang, akan tetapi ulos ini akan dipilih dari jenis yang putihnya menonjol. Inilah yang disebut Sibolang Pamontari.
Karena ulos ini dapat dipakai untuk segala keperluan adat, maka ulos i ni terlihat paling banyak dipakai dalam upacara adat, hingga dapat dikatakn “memasyarakat” . Harganya juga relatif murah, sehingga dapat dijangkau oleh mayarakat banyak. Hanya saja ulos ini tidak lazim dipakai sebagai ulos pangupa atau parompa.
 
Sumber: Facebook Pungsimarbona//Status: Bpk. Mangaliat Simarmata tgl 15 Agustus 2013 pukul 14.00 wib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar